Kemajuan suatu bangsa tidak lepas dari
perkembangan ilmu pengetahuan. Negara-negara maju di Eropa, Amerika, dan
Asia menitikberatkan perhatiannya pada ilmu pengetahuan. Dari sini
mereka berkembang ke bidang lainnya. Dari pengetahuanlah, Amerika
belajar membuat teknologi canggih. Bangsa-bangsa besar di Eropa seperti
Jerman, Italia, Prancis, dan sebagainya, maju karena ilmu pengetahuan.
Di Asia ada Jepang, Cina, Korea, Taiwan, Tailand sudah masuk kategori
maju. Ilmu pengetahuan tentu dengan ditopang bidang lain seperti
ekonomi, budaya, dan sosial politik menjadi tonggak utama dan pertama
kemajuan sebuah bangsa.
Tak bisa di pungkiri, bangsa maju manapun
harus melewati tahap ini. Jepang sudah melewati tahap ini. Itulah
sebabnya Jepang menjadi salah satu bangsa maju di Asia bahkan di dunia,
bersaing dengan bangsa maju lainnya di Eropa dan Amerika. Jepang memang
tidak main-main dengan pengetahuan. Dalam bidang Filsafat, Jepang sudah
menunjukkan buktinya. Filsuf-filsuf Jepang sudah membuktikan bahwa
mereka bisa membangun dan mengembangkan ilmu Filsafat khas Jepang.
Itulah sebabnya, sahabat saya yang bekerja di Jepang mengatakan, “Jepang
belajar filsafat di Eropa, lalu membangun sistem filsafatnya sendiri
khas Jepang.”
Kemajuan Jepang rupanya tidak lepas dari
kemajuan bangsa lain seperti Eropa. Jepang-dalam hal ini pandai belajar
dari negara lain. Jepang tahu bangsa Eropa sudah maju karena ilmu
pengetahuannya, dia pun ingin belajar dari Eropa. Bagi Jepang, ilmu
pengetahuan tidak jatuh begitu saja dari langit. Ilmu pengetahuan mesti
dicari, dipelajari, dikembangkan. Tidak ada hal baru di atas bumi ini.
Semuanya sudah dipelajari, ditelusuri. Maka, kalau mau mendapatkan yang
baru, selidikilah seluk-beluk yang sudah ada. Demikian juga dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Jepang menyelidiki perkembangan ilmu
pengetahuan ini di Eropa. Jepang tahu betul, Eropa adalah gudang ilmu
pengetahuan. Maka, Jepang mengirim para mahasiswanya ke Eropa. Di Eropa
mereka belajar apa saja. Ilmu pengetahuan umum, budaya, sosial, politik,
filsafat, teknologi dan cabang lainnya. Para mahasiswa ini belajar dan
bertemu para ilmuwan Eropa. Dari para ilmuwan ini, mereka belajar banyak
hal. Mereka ingin menjadikan ilmu pengetahuan ini kelak menjadi milik
orang Jepang. Mereka rupanya punya keyakinan kuat bahwa Jepang juga bisa
seperti Eropa. Jepang memang terbelakang dibanding Eropa tetapi mereka
yakin bisa mengejar Eropa. Mereka mencari cara agar mimpi ini tercapai.
Sambil belajar, mereka menemukan
caranya. Mereka belajar di Eropa tapi mereka kembali ke Jepang. Di
Jepanglah mereka mengembangkan ilmu pengetahuannya. Dalam bidang
Filsafat misalnya, mereka belajar dari filsuf-filsuf Eropa seperti
Kierkegaard (1813-1855), Heideger (1889-1976), Buber (1878-1975). Mereka
belajar karya-karya filsuf Yunani Kuno seperti Sokrates (469-399 SM),
Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), dan sebagainya.
Untuk mencapai perkembangan ilmu-ilmu
modern, rupanya harus belajar dari ilmu-ilmu yang sudah ada sebelumnya.
Jepang menerapkan hal ini dalam bidang kesehatan. Mereka mengirim tenaga
kesehatan untuk belajar di Eropa lalu kembali ke Jepang dan
mengembangkan pengetahuannya. Belajar kesehatan bagi orang Jepang tidak
berhenti pada gelar dokter atau perawat. Belajar bagi mereka adalah
pekerjaan seumur hidup.
Kata sahabat saya lagi, “Ilmuwan Jepang
belajar kedokteran di Jerman, lalu kembali ke Jepang. Di sana mereka
mengembangkan ilmu kedokteran dan menemukan jenis-jenis obat khas
Jepang.” Ini menarik untuk ditiru. Demikian juga dengan ilmu lain
seperti Filsaafat. “Orang Jepang belajar Filsafat di Eropa lalu kembali
Jepang dan menemukan Filsafat khas Jepang.” Maka lahirlah nama besar
seperti Nishida KirarĂ² (1870-1945), Tanabe Hajime (1885-1962), dan
Nishitani Keiji (1900-1990). Ini hanya beberapa saja. Masih banyak
ilmuwan lainnya. Mereka inilah yang berjasa membangun sistem Filsafat
khas Jepang.
Mereka belajar dari Eropa, menerjemahkan
karya-karya penting dari Eropa lalu mereka membangun sistem filsafatnya
sendiri. Begini rupanya Jepang membangun dan mengembangkan ilmu
pengetahuannya.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia kiranya perlu menengok sejarah. Soekarno sudah mengirim putra-putra terbaiknya untuk belajar di Eropa dan Amerika. Soekarno rupanya tidak kalah pandai dengan Jepang. Boleh jadi sebelum Jepang, dia sudah menemukan cara ini. Atau juga mungkin sama-sama pandai. Maklum, Soekarno belajar Filsafat dan ilmu pengetahuan lain di Eropa. Sayang, kecerdasan Soekarno tidak didukung oleh anak-anak bangsa. Ilmu pengetahuan dalam hal ini lagi-lagi dikhianati politik. Politiklah yang membuat putra-putra terbaik Indonesia tidak bisa mengembangkan ilmu pengetahuannya di negara ini. Mereka berjaya di luar negeri sementara Indonesia sendiri terus terbelenggu dengan kemajuannya yang tinggal di tempat.
Indonesia kiranya perlu menengok sejarah. Soekarno sudah mengirim putra-putra terbaiknya untuk belajar di Eropa dan Amerika. Soekarno rupanya tidak kalah pandai dengan Jepang. Boleh jadi sebelum Jepang, dia sudah menemukan cara ini. Atau juga mungkin sama-sama pandai. Maklum, Soekarno belajar Filsafat dan ilmu pengetahuan lain di Eropa. Sayang, kecerdasan Soekarno tidak didukung oleh anak-anak bangsa. Ilmu pengetahuan dalam hal ini lagi-lagi dikhianati politik. Politiklah yang membuat putra-putra terbaik Indonesia tidak bisa mengembangkan ilmu pengetahuannya di negara ini. Mereka berjaya di luar negeri sementara Indonesia sendiri terus terbelenggu dengan kemajuannya yang tinggal di tempat.
Terkenang sebuah seminar di STF
Driyarkara beberapa tahun lalu. Pembicaranya adalah putra Indonesia
sendiri yang bekerja di kota Manchester, Inggris. Dia lebih nyaman
bekerja di universitas terkemuka di Inggris ketimbang di Indonesia
karena karya-karyanya tidak bisa dikembangkan di Indonesia. Bahasa
kasarnya, bangsanya sendiri tidak mendukung karya-karyanya. Kiranya dia
tidak sendiri. Banyak ilmuwan Indonesia yang bekerja dan mengajar sampai
namanya terkenal di luar negeri termasuk di Jepang dan Eropa. Indonesia
rupanya tidak kalah dari Jepang. Indonesia tinggal selangkah lagi.
Namun, langkah itu masih sulit jika situasi politik, sosial, ekonomi
tidak kunjung kondusif.
Kapan Indonesia bisa membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuannya? Saat Indonesia sudah bebas dari belenggu politik, sosial, dan ekonomi yang menghambat perkembangan ilmu pengetahuan. Waktunya belum ditentukan. Jepang sudah menemukan saat-saat terindahnya di abad XIX dan XX. Ayo..Indonesia juga bisa. Majulah anak bangsa, rebut kemajuan dari tangan-tangan pembelenggu.
Sekian ulasan dari artikel terapi otak tentang Cara Jepang Mengembangkan Ilmu Pengetahuan.
semoga bermanfaat..
Kapan Indonesia bisa membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuannya? Saat Indonesia sudah bebas dari belenggu politik, sosial, dan ekonomi yang menghambat perkembangan ilmu pengetahuan. Waktunya belum ditentukan. Jepang sudah menemukan saat-saat terindahnya di abad XIX dan XX. Ayo..Indonesia juga bisa. Majulah anak bangsa, rebut kemajuan dari tangan-tangan pembelenggu.
Sekian ulasan dari artikel terapi otak tentang Cara Jepang Mengembangkan Ilmu Pengetahuan.
semoga bermanfaat..